Sungguh malang yang tidak terbayang, siapa sangka orang terkaya kelima sedunia kalah ketika bersidang dengan pemilik produk lokal? Mungkin memang belum saatnya untuk menang, dan ternyata kasusnya juga punya penyelesaian akhir yang masuk akal, orang bilang. Itulah kenyataan yang terjadi pada perusahaan milik konglomerat Swedia-IKEA-ketika mengajukan gugatannya atas produk lokal milik pengusaha Glodok, IKEMA.
IKEA merupakan akronim dari 4 kata yaitu Ingvar, Kamprad, Elmatayd dan Agunnaryd dan disingkat ‘IKEA’. Ingvar nama pendiri perusahaan, Kamprad nama keluarga pendiri, Elmatyrad nama pertanian tempat Ingvar Kamprad beranjak dewasa dan Agunnaryd adalah nama kelompok gereja Ingvar menjadi anggotanya.
IKEA bukan berasal dari kata-kata umum, IKEA merek yang ditemukan, diciptakan atau dalam bahasa Inggris disebut coined mark. Dalam perjalanan bisnisnya, IKEA sejak 1943 telah mengantongi registrasi merek di 75 negara lebih dengan 1.300 item sertifikat merek. Produknya tersebar di berbagai negara seperti Canada, Jerman, Israel, Swiss, Singapura, Swedia, Portugal, India, Malaysia, Mesir, Inggris, Afrika Selatan, Perancis, Jepang, Selandia Baru dan Indonesia.
Kasus bermula ketika Ingvar tidak terima saat menemui produk yang beredar di Indonesia menggunakan merek IKEMA. Selidik punya selidik, IKEMA dibuat oleh PT. Angsa Daya yang berkedudukan di Pusat Perdagangan Bahan Bangunan, Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta. Tidak pikir panjang, IKEA yang bermarkas di Hullenbergwe, NL-1101 BL Amsterdam, Belanda ini melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan ini dikabulkan PN Jakpus pada 25 Juli 2011 dan memerintahkan Dirjen Haki Kementerian Hukum dan HAM mencabut sertifikat IKEMA atas nama PT. Angsa Daya. Karena tidak terima, PT. Angsa Daya mengajukan kasasi, sayangnya ditolak MA pada 5 Januari 2012.
Cerita belum usai sampai di kemenangan IKEA, PT. Angsa Daya menolak untuk pasrah dan menerima putusan. Karena merasa dirugikan, akhirnya PT. Angsa Daya meminta adanya Peninjauan Kembali. Gayung bersambut, MA mengabulkan permintaan PK. Pada PK ini, MA membalikkan nasib Ingvar dan kemenangan kasasi yang sudah ditanganpun dibatalkan. Majelis PK yang diketuai oleh Dr. M. Saleh dengan anggota Soltoni Mohdally dan Prof. Dr. Valerina J.L. Krifkhoff membatalkan putusan MA No 697 K/Pdt.Sus/20011.
“Alasan Peninjauan Kembali (PK) dibenarkan, judex factie (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan judex juris (kasasi) salah menerapkan hukum”, ucap majelis PK.
Dalam mem
ori PK nya, IKEMA yang dibuat pengusaha asal Glodok, Jakarta, Lee Kok Seng mengajukan 21 argumen hukum seperti IKEMA merupakan merek terkenal dalam jenis keramik dan tegel dan IKEMA telah terdaftar pada 13 Desember 2006 sebagai itikad baik. Merek IKEMA terdaftar untuk kelas 19 sedangkan IKEA kelas yang berbeda yaitu kelas 21, 24, 11, 35 dan 42. Kelas yang dimaksud adalah klasifikasi merek produk yang dibuat Ditjen Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Kementerian Hukum dan HAM.
Karena berbeda kelas, IKEMA yakin konsumen tidak akan tertipu, terkecoh dan bingung dengan produk keramik dan tegel IKEMA. PT. Angsa Daya selaku produsen IKEMA lalu menunjukan bukti kartu tanda anggota Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) dan tanda penghargaan sebagai pembayar pajak ke 133 di Jakarta pada 1995 silam.
“Pasal 6 ayat 2 tidak dapat diterapkan pada kasus a quo karena Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur persyaratan tertentu tersebut belum diatur yaitu untuk menerapkan persamaan pada pokoknya untuk barang berbeda kelas. Sehingga ketentuan dalam konvensi belum dapat diimplementasikan”, papar MA.
Pentingnya mengerti akan bidang hukum ternyata membawa manfaat, contohnya pada kasus IKEA-IKEMA ini. Gugatan yang dirasa tidak masuk akalpun akhirnya bisa dibantah dan kerugian yang membayangipun juga bisa dicegah. Tidak peduli melawan orang terkaya, apabila memang jalannya, rejeki tidak akan kemana.
Sumber : Detik.com
IndoTrademark.com
hukumonline.com
Gambar : brandwatch.com
Leave a Comment