Bicara tentang platform yang menyediakan konten video menarik, YouTube saat ini memang merupakan yang terbesar di dunia. Namun karena sudah ada begitu banyak video yang diunggah ke YouTube, terkadang cukup sulit untuk menemukan konten yang sesuai dengan selera kamu.
Berawal dari obrolan ketika sedang nongkrong bareng, Ega Praditya, Christian Widi Nugraha, dan Flegon Koen, mempunyai ide untuk membuat sebuah platform khusus untuk para anak muda kreatif Indonesia. Platform tersebut diharapkan bisa kamu gunakan untuk menemukan karya-karya mereka dengan mudah.
Itulah yang kemudian membawa mereka untuk membangun sebuah platform bernama Qubicle. Sedikit berbeda dengan YouTube, Qubicle tak hanya menampilkan video, tapi juga karya berupa foto dan tulisan karya generasi kreatif baru tanah air.
Memberikan panggung bagi komunitas kreatif
Untuk mewujudkan misi mereka tersebut, Qubicle pun membagi konten di platform mereka ke dalam beberapa kategori yang disebut Qube. Saat ini ada sekitar 19 Qube yang bisa kamu nikmati, mulai dari Engine Club untuk para pecinta otomotif, Escapade bagi kamu yang suka travelling, dan Party Madness khusus untuk para penyuka musik elektronik.
Sejak resmi diluncurkan pada tanggal 29 Februari 2016, Qubicle masih belum menerima karya secara bebas. “Setiap anggota komunitas yang ingin karyanya ditampilkan di Qubicle, harus terlebih dahulu mengirimkan email ke info@qubicle.id. Konten-konten tersebut kemudian akan kami seleksi,” ujar Ega Praditya, CEO Qubicle, kepada Tech in Asia.
Menurut Ega, hal tersebut mereka lakukan agar masyarakat bisa mendapat kesan yang baik dan bisa mengerti konten seperti apa yang ditampilkan oleh Qubicle. “Namun mulai bulan September 2016 nanti, kami akan mulai membuka platform kami untuk menerima unggahan konten secara langsung,” jelas Ega.
Memberi bantuan untuk membuat video, hingga pendanaan
Qubicle tak hanya ingin membantu para komunitas kreatif di tanah air dengan menampilkan konten milik komunitas tersebut di dunia maya. Qubicle pun sering bekerja sama dengan penyelenggara acara-acara offline, untuk mengenalkan para komunitas yang bekerja sama dengan mereka.
“Menariknya, kami tidak pernah menonjolkan nama Qubicle di setiap acara offline yang kami ikuti. Kami justru mendorong komunitas kreatif yang bergabung dengan kami untuk menonjolkan nama komunitas mereka,” jelas Ega. Sebagai timbal balik, biasanya komunitas tersebut diharapkan untuk membuat konten yang nantinya bisa diunggah di Qubicle.
Bantuan yang diberikan Qubicle pun tak sebatas sampai di situ. “Bagi para komunitas yang tidak mengerti cara membuat video misalnya, kami juga bisa membantu mereka dalam masalah tersebut. Bahkan kami juga bisa memberikan pendanaan bagi komunitas-komunitas yang memang membutuhkan,” jelas Ega.
Untuk membuat wadah di dunia nyata bagi para komunitas mereka, Qubicle juga membangun beberapa tempat berkumpul yang disebut Qubicle Center. Ada beberapa Qubicle Center yang telah mereka buat, seperti sebuah art space di Jl. Senopati, co-working space di Jl. Pakubuwono, dan Universal Studio di Menara Anugrah.
Andalkan promosi dari mulut ke mulut
Untuk mempromosikan platform mereka, Qubicle mengandalkan word of mouth yang dilakukan oleh komunitas-komunitas mereka. Selain itu, mereka juga beriklan di TV untuk meningkatkan awareness masyarakat.
Terkait pemasukan, Qubicle berencana untuk mengandalkan iklan baik dengan banner maupun iklan yang terintegrasi di dalam konten video. “Sejauh ini, kami masih terus berusaha memperbaiki platform kami dari sisi teknologi, agar para pengguna bisa nyaman mengakses konten di dalamnya,” tutur Ega.
Hingga saat ini, Qubicle telah mempunyai 160.000 pengguna dan sekitar 100 pembuat konten yang berasal dari komunitas. “Kami juga sudah mendapat pendanaan tahap awal, namun untuk saat ini kami belum bisa menyebutkan siapa investor kami,” ujar Ega.
Dengan mengandalkan kekuatan komunitas kreatif yang cukup banyak jumlahnya di Indonesia, Qubicle punya peluang untuk menjadi platform konten terdepan bagi para anak muda. Namun untuk itu, mereka tetap harus bersaing dengan platform lain yang sudah ada, seperti YouTube dan MeTube.
Sumber : techinasia.com
Gambar : techinasia.com
Leave a Comment